Selasa, 25 Desember 2012

Mengalahkan Dorongan Nafsu Dan Dosa


cara mengalahkan dorongan dosa


   Manusia baru dapat terhindar dari penyakit dosa dan kejahatan-kejahatan tatkala ia meyakini bahwa dosa dan kejahatan itu lebih berbahaya dan lebih memudhoratkan dari seorang pencuri, ular atau binatang buas lainnya dsb. Dan tatkala keperkasaan, keagungan serta wibawa Allah setiap saat menjadi pertimbangannya.

Dalam keseharian kita, terlihat nyata bahwa manusia dapat meninggalkan keinginan, kemauan, dan kehendak-kehendak hatinya. Misalnya seorang yang sakit diabetes, dokter benar-benar melarangnya dari memakan makanan yang manis. Maka orang itu, demi nyawanya, menyentuh makanan-makanan manis pun dia tidak mau. Jadi demikian pula halnya keinginan rohani dan dorongan nafsu. Jika keagungan dan keperkasaan Allah ta'ala telah tertanam di dalam kalbunya dengan benar, maka sikap tidak mentaati Allah akan dia rasakan lebih buruk dari memakan api dan lebih buruk dari maut.

Sekian banyak manusia mengetahui kekuasaan dan wibawa Allah ta'ala, dan sekian banyak dia meyakini bahwa mengingkari-Nya merupakan suatu hukuman yang berat, maka sebanyak itu pulalah akan menjauhi dosa, kemungkaran dan menjauhi sikap melawan hukum. Lihat sebagian orang mengalami "kematian" sebelum maut datang. Apa yang dialami oleh para akhyaar, abdaal, dan quthub, apa yang terdapat pada diri mereka? Jawabannya adalah keyakinan itu tadi. Pengetahuan yang penuh yakin serta qath'i, secara pasti dan secara fitra memaksa seseorang untuk suatu hal tertentu. Persangkaan mengenai Allah ta'ala tidaklah dapat mencukupi. Keraguan tidak tidak dapt memberi manfaat. Pengaruh telah ditanamkan hanya di dalam keyakinan. Pengetahuan yang penuh keyakinan mengenai sifat-sifat Allah ta'ala, justru lebih banyak memberikan pengaruh dibandingkan pengaruh yang ditimbulkan oleh halilintar yang sangat menakutkan. Akibat pengaruh itulah orang-orang menundukkan kepala dan membungkuk.

Jadi seberapa banyak keyakinan yang dimiliki seseorang, sebanyak itu pulalah dia akan menghindari dosa.

Asmaul Husna




       Disebutkan dalam Tirmidzi, kitabud da'wat mengenai nama-nama Allah. Dinyatakan bahwa siapa yang telah melingkupi (memahami/ memperagakan) nama-nama itu dia telah masuk dalam surga. Yaitu, “Huwa Allah, al- ladziy laa ilaaha illaa Huwa Al-Rahmaan, Al- Rahiim, Al-Malik, Al-Qudduus, Assalaam, Al-Mukmin, Al-Muhaimin, Al-‘Aziiz, Al-Jabbar, Al-Mutakabbir, Al-Khaliq, Al-Baari', Al- Mushowwir- Al-Ghoffar, Al-Qohhar, Al-Wahhaab, Ar-Rozzaaq, Al- Fattaah, Al-‘alim, Al-Qabidh, Al-Basith, Al-Hafizh, Ar-Rafi’, Al-Mu’ iz, Al-Muzil, Assami’, Al-Bashir, Al-Hakam, Al-‘Adl, Al-Latif, Al- Khabir, Al-Halim, Al- ‘Azhim, Al-Ghofuur, Asy Syakur, Al Aliyy, Al- Kabir, Al-Hafis, Al-Muqit, Al-Hasib, Al-Jalil, Al-Karim, Ar- Raqib, Al- Mujib, Al-Wasi’, Al-Hakim, Al-Waduud, Al-Majid, Al-Ba’is, Asy- Syaahid, Al-Haqq, Al-Wakil, Al-Qawi, Al-Matin, Al-Waliyy, Al-Hamid, Al-Muqsi, Al-Mubdi, Al-Mu’id, Al-Muhyi, Al-Mumit, Al-Hayyul- qayyum, Al-Wajid, Al-Majid, Al-Wahid, Al-Ahad, Al-Shamad, Al- Qadir, Al-Muqtadir, Al-Muqaddim, Al-Mu’akhkhir, Al-Awwal, Al- Akhir, Al-Zahir, Al-Bathin, Al-Wali, Al-Muta’ali, Al-Barr, At- Tawwaab, Al-Muntaqim, Al-‘Afuw, Al-Ra’uf, Al-Malikul-mulk, Dzul- Jalaali wal- ikram, Al-Muqsit, Al-Jami’, Al-Ghani, Al-Mughni, Al- Maani’, Ad- Dar, An-Nafi’, An-Nuur, Al-Haadi, Al-Baadi', Al-Baqi, Al-Warits, Al-Rasyid, Al-Shobuur.” 

Inilah 99 nama yang diambil dari At- Tirmidzi, kitabudda’wat. Dari ini banyak nama-nama (sifat-sifat) yang seorang hamba sampai batas tertentu dapat melingkupinya tetapi ada pula [sifat-sifat] yang tidak bisa dilingkupi (ditiru), dan itu disebut sifat tanzihi (sifat khusus milik Allah Ta’ala). Sebagai contoh, misalnya Al-Awwal, manusia jelas tidak bisa menjadi awwal. Setiap orang mempunyai satu masa lampau, setiap yang bernyawa mempunyai masa lampau, dan setiap zat (benda) ada masa lalunya. Jadi, awwal hanya Zat Tuhan, yang dari itu semua sifat zahir (keluar/muncul). Demikian juga Al Akhir pun manusia tidak bisa, tetapi dari akhirin (orang- orang yang datang akhir) bisa, namun menjadi yang akhir tidak bisa, karena sesudahnya ke depan dunia terus berjalan. Dengan demikian sifat Tuhan sebagian kita bisa terapkan (ditiru) dalam zat kita, dan dengan cara adil dan tulus menirunya. Misalnya, Rabb (Pengayom) Allah adalah Rabb, kita jelas tidak bisa menjadi Rabb, akan tetapi dari Rabbubiyyat-Nya pasti kita mendapat bagian ( sampai batas tertentu dapat memperagakannya). Tuhan adalah Ar Rahmaan (Yang Maha Pemurah/Pengasih) maka kita semaksimal ( sampai batas tertentu) dapat berlaku kasih sayang kepada hamba- hamba Allah, namun dalam arti sepenuhnya kita tidak bisa melakukannya. 

Jadi, dengan merenungkan sifat Tuhan Saudara-saudara akan mendapatkan topik bagaikan samudera yang tidak bertepi. Dan dalam bentuk melingkupinya, apa maksudnya? Sampai dimana Saudara-saudara dapat mengambil faedah dari lautan itu? Keterangan itu pun terdapat juga dalam kata-kata Rasulullah saw. Maka terjemah yang diterangkan dalam hadits Abu Hurairah bersabda: 

”Isim Zat Allah, Allah mempunyai nama 99 . Allah, Dia jadikan sebagai yang melingkupi semua nama-nama itu”, yakni telah menerangkannya dan nama yang 99 itu adalah selain Allah. Seolah-olah berikut (beserta) Allah ada 100 nama. “Siapa yang memperhatikan itu dalam kehidupan dan berusaha menjadikan itu sebagai mazhabnya maka dia akan masuk di dalam surga. 

Nama-nama tersebut Rasulullah saw. dengan cara ini menghitungnya: “Allah Swt yang tidak ada sembahan selain Dia, Dia Menganugerahi tanpa meminta, Maha Pengasih, Raja, Bersih dari semua aib/kekurangan-kekurangan. Bersih/suci, Menjaga dari semua bahaya, Yang Memberi keamanan, Yang Menjaga dari semua kehancuran, Menang, Yang Menutupi semua kerugian, Yang mempunyai kebesaran, Al- Ghalib (Yang menang)” -- mempunyai pemerintahan juga, namun kemenangannya merupakan kemenangan yang bersifat sementara, hari ini datang dan besok pergi, tidak ada hakekat apa-apa. Dia Yang Ghalib/Pemenang dan selalu menjadi pemenang itu hanyalah Allah. Orang-orang selalu juga berusaha menutupi kekurangan, namun tidak bisa menutupi semua kekurangan. Misalnya, ada seseorang yang matanya hilang, ada orang yang kaki tangannya hilang, maka manusia sampai batas mana bisa menutupi. Dengan berbagai cara secara sukarela dia akan berusaha memberikan ketenteraman padanya, namun dia tidak akan bisa menggantinya menutupi kekurangan itu. Jika Tuhan menghendaki maka secara sempurna Dia dapat menggantinya. Kadang-kadang Dia melakukan dan kadang-kadang tidak. melakukan. Namun Dia adalah Malik (Pemilik) itu terserah Dia, jika Dia menghendaki maka Dia bisa menggantinya. 

Selanjutnya beliau saw. bersabda, ”Yang Memberikan keamanan, Yang Menjaga dari semua kerusakan, Yang mengganti semua kerugian, Yang Mempunyai kebesaran, Yang Menciptakan, Menjadikan dari yang tidak ada menjadi ada, Yang Memberi bentuk ( Al-Musawwir)” -- 

yakni Tuhan sebelum kejadian (kelahiran) segala sesuatu Dia telah meletakkan di otak-Nya “blue print”-nya ( rancangan-Nya), yakni apabila kita mengatakan “otak” Tuhan bukanlah maksudnya seperti otak kita, bahkan maksudnya adalah ada dalam “pengetahuan Tuhan” dan selama benda itu belum siap dalam “cetakan biru”-nya (rancangannya) untuk seterusnya tidak akan bisa jadi. Oleh karena itu Tuhan telah telah menggambar ( merancang) segala sesuatu. Dari segi ini Dia disebut Mushawwir. 

Bersabda lagi, “Yang Menutupi (Menutupi semua aib), Mempunyai kemenangan Yang sempurna, Yang Menganugerahi tanpa menghitung-hitung, Yang Menganugerahi rezeki, Yang memudahkan kesulitan, Mengetahui segala sesuatu, Yang Mencegah, Yang Menciptakan kemudahan, Yang mengebawahkan (menjatuhkan), Yang Meninggikan, Yang Menganugerahi kehormatan, Yang Menghinakan, Yang Mendengarkan, Yang Melihat, Yang Memberikan keputusan, Yang adil, Yang Berpandangan luas, Yang Mengetahui, Maha Lembut, Yang mempunyai keagungan, Yang menutupi kelemahan, Yang Menghargai, Berkedudukan tinggi, Maha Agung, Menjaga semua, Yang Menghisab kitab, Yang Mempunyai kebesaran yang agung, Yang Maha Mulia, Yang Menjaga, Yang Mengabulkan, Yang menganugerahi keluasan, dan Yang Maha luas, Maha bijaksana, Yang sangat Mencintai, Yang Mempunyai kemuliaan, Yang Menganugerahi kehidupan yang kedua kali, Yang Melihat segala sesuatu, Yang selalu sempurna keahliannya, Yang Mencukupi, Yang Mempunyai kekuatan, Yang Mempunyai kekuasaan, Yang Menolong, Layak Dipuji, Yang Menghitung, Yang Menciptakan pertama kali, kemudian Yang Menciptakan untuk kedua kali, Yang Menganugerahi kehidupan, Yang Mematikan, Yang Hidup sendiri, Berdiri sendiri, Tidak bergantung pada siapapun, Yang Mempunyai kemuliaan, Esa, tidak ada sekutu, Yang butuh pada siapapun, Yang mempunyai kekuasaan, Yang mempunyai kekuasaan, Yang Mengedepankan, Yang Membelakangkan, Yang Pertama, Yang akhir, Zahir, Bathin ( tersembunyi), Yang Memiliki, Yang Berkuasa, Maha Tinggi, Yang Menghargai kebaikan, Yang Menerima taubah, Yang menuntut balas, Yang Memaafkan, Yang Memperlalukan dengan lemah lembut, Yang Mempunyai kerajaan, yang Mempunyai kekeramatan, Yang adil, Yang Mempersatukan, Yang Berdiri sendiri, Yang Menjadikan orang tidak membutuhkan kepada siapapun, Yang Mencegah, Yang Memiliki dada (Yang Berlapang dada), Yang memberi manfaat, Yang sepenuhnya Nur (Cahaya) Yang memberi Petunjuk, Yang menemukan sesuatu yang selalu baru, Yang kekal, Yang memang Memiliki, Pemimpin, Lambat dalam Memberikan hukuman”. 

Nama-nama tersebut adalah dari At- Tirmidzi, kitabud- da’wat. 2
Terjemahannya kami sendiri yang menterjemahkan, namun yang asal adalah yang bahasa Arab yang telah saya terangkan. Dan Saudara-saudara dapat melihat, betapa hanya untuk membaca sifat- sifat ini saja sudah cukup banyak waktu yang sudah habis (tersita). Dan oleh sayapun terfikir juga bahwa note (catatan) yang saya siapkan untuk hari ini apakah dapat saya penuhi [ataukah tidak?], karena banyak penjelasan-penjelasan yang terpaksa kita terangkan secara beriringan, dan memang hendaknya dilakukan seperti itu, karena orang-orang umum tidak akan bisa mengerti selama belum diberi penjelasan.

Melengkapi Puasa Dengan Ber-dakwah







Ramadhan sangat penting bagi pria dan wanita muslim," tegas nya. "Pria muslim harus berusaha untuk meningkatkan spiritual mereka selama bulan Ramadhan, tetapi bagi kita kaum perempuan, kita harus menyadari bahwa derajat rohani kita selama bulan Ramadhan ini tidak hanya menguntungkan diri sendiri melainkan juga untuk anak-anak kita.
Umat Islam di dunia telah melaksanakan ibadah puasa di Bulan Ramadhan selama dua minggu terakhir, bulan kesembilam dalam kalender Islam, ketika dikatakan bahwa Nabi Muhammad saw menerima wahyu pertama Alquran

Sementara itu dalam jumlah kecil, Jamaah Muslim Ahmadiyah di Bermuda telah mengambil kesempatan untuk tidak hanya sekedar berpuasa melainkan juga berdakwah kepada masyarakat memperkenal kan lebih luas tentang iman mereka. mereka telah melakukan upaya dakwah melalui iklan-iklan di surat kabar, siaran radio dengan menyiarkan tilawah Alquran yang kemudian disusul dengan artinya dalam bahwa Inggris, dan dua program televisi.

"Karena Ramadhan, kita ingin orang-orang benar-benar memahami apa sebenarnya Puasa Ramadhan yang penuh berkah ini, jelas Shabhan Jhengoor, yang berasal dari Mauritius yang saat ini tinggal di Bermuda bersama suami dan dua anak yang masih kecil.

Jamaah Muslim Ahmadiyah telah menjadi lebih dikenal beberapa tahun terkhir, dengan upaya dakwah jihad damai mereka yang mungkin bagi sebagian orang, pandangan yang sangat berbeda dari Islam yaitu yang digambarkan oleh para Jihadis seperti yang terlihat di media.

"Makna Islam adalah untuk mencapai perdamaian dengan menyelaraskan keinginan kita dengan keinginan Allah,   jelas Jheengoor. " Islam mempromosikan ilmu pengetahuan dan mendorong untuk giat menuntut ilmu."

"Nabi Muhammad tidak pernah memaksa orang untuk menerima Islam. Apa yang orang-orang lakukan (pelaku kekerasan. Pent)  adalah bertentangan dengan ajaran Islam. Alquran mengajarkan kesatuan, itu mengajarkan perdamaian. kita harus hidup dalam damai dengan semua orang."

Ia menceritakan bahwa Nabi saw ketika diberi tugas untuk menyampaikan pesan khusus, tidak pernah berusaha untuk menindas orang lain, bahkan tidak juga melakukan upaya balas dendam atas banyaknya para pengikut beliau yang hilang akibat penganiayaan berat yang mereka alami pada beberapa tahun pertama keberadaan mereka.

Dalam mengikuti jejak Nabi Muhammad saw, Miss Jheengoor dan jamaah lainnya dari Ahmadiyah telah berusaha untuk berbagi iman dengan orang lain.

"Dalam Islam, kami yakin untuk berbagi dan memberikan yang terbaik kepada masyarakat. hal terbaik yang saya miliki dalam hidup saya adalah iman saya, jelasnya.

Hal sentral dalam dakwah mereka adalah 2 program televisi, yang diciptakan oleh Muslim Television Ahmadiyya Internatioanl (MTA Internasioanl), saluran televisi internasioanl yang dijalankan oleh para pengikut Jamaah Ahmadiyah.Siaran ini berlangsung dalam berbagai bahasa, via satelit dan online di www.mta.tv

Siaran pertama ditayangkan di TV ZBM-9 rabu lalu dengan menyampaikan informasi tentang Ramadhan dan Kontribusi Islam untuk Sains dan Matematika, serta pengenalan tentang Kehidupan Nabi Muhammad saw. Siaran kedua akan mengudara di ZBM TV-9 Rabu mendatang, 17 Agustus di jam yang sama. Upaya ini juga diharapkan untuk mengembangkan pemahaman yang lebih besar dari pemirsa terhadap apa itu Ramadhan, serta paruh kedua disiarkan Sejarah hidup Rasulullah saw.

Kata Ramadhan berasal dari kata Bahasa Arab untuk mengacu pada arti panas yang hebat, tanah yang hangus, dan sesah rangsum, sebuah konsep yang mudah diterjemahkan untuk makna fisik maupun spiritual.

Secara fisik, Muslim berpuasa dari matahari akan terbit sampai terbenam sepanjang bulan ramadhan. Tergantung pada saat apa Ramadhan jatuh, seperti waktu musim panas, ini bisa sangat menantang karena tidak ada sepotong atau setetes air dapat melalui bibir.

"Tujuannya adalah untuk membuat kita menyadari penderitaan orang lain" papar Jheengoor. "Aku tahu bahwa ketika matahari terbenam, aku akan punya makanan."

tapi puasa sendiri mengingatkan kita bahwa kita pergi tanpa apa dan semua telah disediakan oleh Allah.

Kesadaran ini mengingatkan saya" tambahnya, "dan membuat kita lebih manusiawi dan beramal saleh."

Secara rohani, "tujuan sebenarnya dari puasa adalah panas spiritual, yaitu keinginan membara untuk mengkhidmati Allah".

Manusia diciptakan, papar nya adalah untuk menyembah Allah.

"Menyembah Allah adalah untuk mencapai pemahaman tentang atribut-Nya, untuk meraih keridhoannya dan mencapati kedekatan kepada Allah."

Selain puasa, umat Islam juga didorong untuk berdoa lebih tekun dan membaca Alquran sebanyak yang mereka bisa. mempelajari arti dan tafsirnya dan kemudian mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari hari sepanjang tahun.

"Jika anda tidak memahami maksud Ramadhan dan mencoba untuk menerapkannya untuk kehidupan, anda tidak mendapatkan apa-apa dan sia-sia".

"Ramadhan sangat penting bagi pria dan wanita muslim," tegas nya. "Pria muslim harus berusaha untuk meningkatkan spiritual mereka selama bulan Ramadhan, tetapi bagi kita kaum perempuan, kita harus menyadari bahwa derajat rohani kita selama bulan Ramadhan ini tidak hanya menguntungkan diri sendiri melainkan juga untuk anak-anak kita."

Dia menekankan pentingnya wanita dalam Islam khususnya dalam pelatihan moral dan spiritual anak-anak mereka, terutama ketika mereka masih muda.

"Kita sebagai perempuan harus menyadari bahwa dengan meningkatkan derajat spiritual, kita tidak hanya menguntungkan diri kita, melainkan generasi-generasi masa depan kita akan diberkati juga, sebagai anak-anak yang dibesarkan oleh ibu yang telah mencapai keridhoaan Allah dan kedekatan dan memiliki moral dan spiritual yang tinggi.

demikian juga denngan imannya itu akan mendorong dan mendukung suaminya.

"Pada saat kesulitan dan kemalangan, kita mendukung suami kita meskipun hanya melalui doa-doa kita dan dengan menunjukkan ketabahan dan kedamaian hati. dan kedamaian hati hadir hanya ketika seorang wanita telah mencapai keridoan Allah. Orang itu kemudian memiliki Tuhan, dirinya sendiri, sebagai pelindung dirinya, bimbingan dan pertolongan. Maka meskipun dirudung masalah ia masih memiliki kedamaian pikiran dan hati, karenanya ini adalah hal efektik untuk mendukung suaminya."

Hikmah Puasa Ramadhan




Rasulullah saw bersabda: “Jika datang bulan Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu:. (Muttafaq ‘Alaih)

Puasa Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, bulan yang berlimpah pahala. Hal yang Allah taala sendiri menyatakan demikian. Tetapi disisi lain hal tersebut tidaklah mengherankan bagi kita, karena memang bisa dikatakan Puasa Ramadhan adalah Mi’rajnya ibadah-ibadah –ibadah yang paling mulia yang didalamnya menyatu seluruh ibadah. Segenap ibadah mencapai puncaknya dan menjelma di dalam bentuk puasa.

Jadi seorang yang berpuasa, yang menahan lapar haus, dan hawa nafsu  - maka lapar hausnya itu tidak akan berbobot atau malah tercemar jikalau dia tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan maksiat lainnya. Lapar dan hausnya tidak juga akan bermutu jika ibadah puasanya tidak dihiasi dengan basahnya bibir dalam Zikir Ilahi, tidak dihiasi dengan ibadah-ibadah wajib dan ibadah sunnah. Begitu juga lapar dan hausnya itu tidak akan sempurna jika belum diikuti dengan amal saleh, khususnya sedekah.

Jadi tidak ada suatu indera manusia pun yang tidak terpengaruh oleh puasa. Setiap indera menjadi terkendali dibuatnya. Setiap keinginan manusia menjadi terikat oleh batasan, dan tidak merajalela. Semua itu karena puasa.

Maka dapat kita katakan babwa hakikat dari pintu-pintu neraka itu sebenarnya adalah pintu-pintu panca indera manusia. Apabila indera itu menjadi leluasa, dosa pun akan timbul. Maka melalui indera itulah manusia masuk ke dalam neraka. Jadi tertutupnya pintu-pintu neraka pada Bulan Ramadhan artinya adalah bahwa mukmin menutup bagi diri mereka seluruh pintu yang dapat membawa mereka ke neraka.

Membiasakan diri membaca dan mengkaji Alquran, membiasakan diri berzikir Ilahi, membiasakan diri berdoa, membiasakan diri memenuhi hak-hak sesame, membiasakan lidah sama sekali suci dari dusta, membiasakan diri untuk berkata benar dan bersih, membiasakan diri berkata lurus – semua kesempatan ini hanya dapat diperoleh melalui puasa.

Bukalah pintu Kebaikan dan Tutuplah Pintu-pintu Keburukan

Dari sabda Rasulullah saw diatas, bahwa di bulan Ramadhan ini seluruh pintu neraka ditutup , dan bersamaan dengan itu beliau juga bersabda bahwa seluruh pintu surga dibuka. Hikmah yang bisa kita ambil disini adalah janganlah hanya melihat dari sisi larangan saja, melainkan lihat juga sisi positifnya. Jika disatu sisi kita tidak membukakan pintu kebaikan bagi setiap indera dari kelima indera kita, kita memang mungkin tengah menutup pintu-pintu neraka, akan tetapi tanpa tujuan. ebab sebagai balasannya tidak satupun pintu kebaikan yang terbuka.

Jadi artinya adalah sebagai ganti dari setiap keburukan ciptakanlah kebaikan. Dan sebgai ganti dari suatu kondisi buruk , ciptakanlah suatu keindahan. Sehingga dengan melalui satu bulan penuh secara terus menerus dengan upaya gigih tersebut, maka keburukan-keburukan kita akan terlepas dan tertinggal ke belakang. Dan kebaikan-kebaikan kita semakin bertambah maju akibat berkah-berkah Ramadhan, melesat kedapan dengan cahaya yang luar biasa. Sehingga setiap Ramadhan datang kondisi kita menjadi lebih baik dari sebelumnya. Inilah yang merupakan maksud dari puasa.

Hakikat Kenabian



Karya Syah Waliyullah al Dihlawi ra
Dalam Kitab Hijajul Kiramah 

Engkau harus mengetahui bahwa tingkat tertinggi manusia adalah “orang-orang yang diberi pemahaman” (mufahhamun), dan mereka adalah orang yang dapat menggabungkan dua kekuatan – kemalaikatan dan kebinatangan – yang ia miliki, dan sisi kemalaikatannya lebih mendominasi. Mereka diutus untuk menciptakan tatanan yang dikehendaki oleh seruan langit (da’iyah haqqaniyyah), dan ilmu Ilahi, serta berbagai keadaan Dewan malaikat tertinggi yang memancar kepada mereka. Ciri-ciri “orang yang diberikan pemahaman” di antaranya adalah: ia memiliki watak yang seimbang dan watak yang harmonis dan bahwa wataknya itu tidak digerakkan secara berlebihan oleh pendapat-pendapat yang parsial (ara juz’iyyah), tidak oleh pemikiran yang berlebihan sehingga ia ditarik dengan cara apapun dari yang universal kepada yang parsial, atau dari ruh kepada bentuk. Di dalam dirinya juga tidak terdapat kebodohan berlebihan yang tidak dapat ditanggalkan untuk kemudian beranjak dari yang parsial menuju yang universal, dan dari bentuk kepada ruh. Ia adalah seorang yang sangat patuh menjalankan perbuatan-perbuatan yang mendapat petunjuk, memiliki tingkah laku yang baik di dalam perbuatan-perbuatan ibadah, dan adil  dalam memperlakukan manusia. Ia mencintai keteraturan alam semesta dan cenderung kepada kemaslahatan umum; tidak menyakiti seorangpun kecuali dalam suatu keadaan ketika kebaikan umum tergantung kepadanya atau ketika kemaslahatan umum memaksanya untuk menyakitinya. Ia tetap konsisten dalam kecenderungan kepada Yang Gaib. Pengaruh kecenderungannya ini dapat dilihat dalam perkataannya dan wajahnya, juga dalam semua wataknya, sehingga ia senantiasa mendapat pertolongan dari Yang Gaib. Perbuatan spiritual yang paling sedikit yang terbuka baginya adalah kedekatan kepada Allah dan ketenangan (sakinah) yang tidak tersingkapkan bagi orang lain.
Orang-orang “yang diberi pemahaman” (Mufahhamuun) ada beberapa macam dan kapasitas mereka berbeda-beda:
1.     1. Orang yang mencapai kapasitas paling tinggi dalam menerima ilmu-ilmu dari Allah untuk memperbaiki jiwa dengan jalan beribadah. Orang seperti ini adalah “orang yang sempurna” (kamil).
2.     2. Orang yang mencapai keadaan paling tinggi dalam menerima kebaikan-kebaikan yang diusahakan dan ilmu-ilmu tentang pengaturan urusan-urusan domestic dan sebagainya. Orang yang seperti ini adalah “orang yang bijaksana” (hakim).
3.      3. Orang yang biasanya memahami kebijakan-kebijakan yang komprehensif, kemudian berhasil menegakkan keadilan di antara manusia dan membela mereka dari kezaliman. Orang yang seperti ini disebut “Khalifah”.
4.      4. Orang yang telah mendapatkan kunjungan Dewan Malaikat Tertinggi, mendapatkan pengajaran mereka, berbicara dengan mereka, melihat penampakan mereka, dan orang yang mampu menjelmakan berbagai macam kemuliaan spiritual (karamat). Mereka ini dikenal sebagai “orang yang telah dibantu oleh ruh suci”.
5.      5. Orang yang lidah dan hatinya telah disinari, sehingga manusia disekitarnya mendapat keuntungan dari perkumpulan yang ia selenggarakan dan dari khutbah-khutbahnya. Ia juga mampu mentransfer ketenangan dan cahaya kepada murid-murid dan sahabat-sahabatnya, sehingga mereka mencapai, berkat perantaraannya, tingkat kesempurnaan yang tinggi, sementara ia sendiri tidak pernah berhenti memberikan petunjuk dan bimbingan kepada mereka. Orang seperti ini disebut “pemberi petunjuk yang murni” (hadi muzakki).
6.     6. Orang yang ilmunya terutama berisi pengetahuan mengenai peraturan-peraturan bagi masyarakat keagamaan serta berbagai keuntungan darinya, dan orang yang mendorong (mereka) untuk melakukan peraturan-peraturan itu. Orang seperti ini disebut “pemimpin” (imam).
7.      7. Orang yang diberi ilham untuk memberitahu manusia mengenai bencana yang telah ditentukan bagi mereka di dunia ini, atau orang yang mengetahui bahwa Allah telah mengutuk suatu umat dan memberitahu mereka mengenai hal ini, atau yang melepaskan diri dari jiwa rendahnya pada waktu-waktu tertentu, sehingga ia mampu mengetahui apa yang akan terjadi di dalam kubur dan pada hari kiamat, dan yang memberitahu mereka mengenai hal-hal ini. Orang pada tingkatan ini disebut “pemberi peringatan” (mundzir).
8.      8. Jika kebijaksanaan Ilahi mengharuskan bahwa orang “yang diberikan pemahaman” diutus kepada umat manusia, sehingga ia menjadi sebab bagi dikeluarkannya umat dari kegelapan ke dalam cahaya, maka Allah mengharuskan hamba-hambaNya untuk menerima orang ini, lahir dan batin. Dewan Malaikat Tertinggi akan merasa puas dan mendoakan kebaikan bagi orang-orang yang mengikuti dan menyertai dia, dan mereka menyediakan kutukan bagi orang-orang yang menentang dan menolaknya. Allah telah memberitahu umat mengenai hal ini dan membuat mereka mematuhinya. Orang yang seperti itu adalah “seorang nabi”. Tingkatan nabi yang terbesar adalah yang risalahnya mempunyai dimensi tambahan yang sesuai dengan tujuan Allah swt. Untuknya, yaitu bahwa ia harus menjadi sebab untuk dikeluarkannya umat “dari kegelapan kepada cahaya” dan bahwa umatnya menjadi “umat terbaik yang dikeluarkan bagi umat manusia”, sehingga risalah yang ia sampaikan harus dilengkapi dengan risalah tambahan

Falsafah Shalat Lima Waktu




  
 

     Apa sebenarnya makna dari shalat lima waktu? Shalat lima waktu sebenarnya merupakan gambaran dari berbagai kondisi kita yang berbeda-beda sepanjang hari. Kita melewati lima tahapan kondisi pada saat sedang mengalami musibah dan fitrat alamiah kita menuntut bahwa kita harus melewatinya. Pertama, adalah ketika kita mendapat gambaran bahwa kita akan menghadapi musibah. Sebagai contoh, bayangkan ada surat panggilan bagi kita untuk menghadap ke suatu pengadilan. Kondisi pertama ini akan langsung meruyak rasa ketenangan dan keteduhan kita. Kondisi seperti menerima surat panggilan pengadilan ini mirip dengan saat ketika matahari mulai menggelincir. Sejalan dengan kondisi keruhanian tersebut ditetapkanlah shalat Dhuhur yaitu ketika matahari mulai menggelincir.

Kita mengalami kondisi kedua ketika kita sepertinya mendekat kepada tempat musibah terjadi. Sebagai contoh, setelah ditahan berdasar surat panggilan, tiba waktunya kita diajukan ke hadapan hakim. Pada saat demikian kita merasakan kegalauan perasaan dan beranggapan bahwa semua rasa keamanan telah meninggalkan diri kita. Kondisi seperti itu mirip dengan keadaan ketika sinar matahari mulai suram dan manusia bisa melihat matahari secara langsung serta menyadari bahwa sebentar lagi matahari itu akan terbenam. Sejalan dengan kondisi keruhanian seperti itu maka ditetapkanlah shalat Ashar.

Kondisi ketiga adalah keadaan ketika kita merasa kehilangan segala harapan memperoleh keselamatan dari musibah. Sebagai contoh, setelah mencatat bukti-bukti tuntutan yang akan membawa kehancuran diri kita, kita didakwa dengan bentuk pelanggaran dimana telah disiapkan surat dakwaan. Pada saat demikian, kita merasa sepertinya kehilangan semua indera dan mulai berfikir menganggap diri sebagai narapidana. Kondisi seperti itu mirip dengan saat ketika matahari terbenam dan harapan melihat terang hari sudah pupus karenanya. Diperintahkanlah shalat Maghrib yang sejalan dengan kondisi keruhanian demikian.

Kondisi keempat adalah ketika kita ditimpa musibah secara langsung dimana kegelapannya yang kelam telah menyelimuti diri kita. Sebagai contoh, setelah pembacaan bukti-bukti maka kita sepertinya lalu divonis dan diserahkan untuk dipenjarakan. Kondisi seperti itu mirip dengan keadaan malam ketika semuanya diselimuti kegelapan yang kelam. Untuk kondisi keruhanian seperti itu ditetapkanlah shalat Isya.

Setelah menghabiskan satu kurun waktu dalam kegelapan dan penderitaan, datanglah rahmat Ilahi yang meluap mengemuka dan menyelamatkan kita dari kegelapan dengan datangnya fajar yang menggantikan kegelapan malam dimana sinar pagi mulai muncul. Shalat Subuh ditetapkan untuk kondisi keruhanian seperti itu.

Berdasarkan kelima kondisi yang berubah terus tersebut maka Allah s.w.t. telah mengatur shalat lima waktu bagi kita. Dengan demikian kita bisa memahami bahwa shalat tersebut diatur waktunya bagi kemaslahatan kalbu kita sendiri. Bila kita menginginkan keselamatan dari segala musibah, janganlah kita sampai mengabaikan shalat lima waktu karena semua itu merupakan refleksi dari kondisi internal dan keruhanian kita. Shalat merupakan obat penawar bagi segala musibah yang mungkin mengancam. Kita tidak pernah mengetahui keadaan bagaimana yang dibawa oleh hari berikutnya. Karena itu sebelum awal hari, mohonlah kepada Tuhan kita yang Maha Abadi agar hari tersebut menjadi sumber kemaslahatan dan keberkatan bagi kita.

Hadits Tentang Kasih Sayang Rasulullah



      Abdullah bin Abu Bakar r.a. meriwayatkan dari seseorang katanya: “Pada suatu hari dalam perjalanan untuk berperang di Hunain, saya memakai sepatu kulit yang tebal. Saya berjalan dibelakang Rasulullah s.a.w. Karena jalan sangat sempit tiba-tiba kaki Rasulullah s.a.w. tersandung oleh sepatu saya dan terinjak dari belakang sehingga beliau kesakitan dan beliau segera memukul perlahan saja sambil mendorong saya kebelakang dengan sebuah pecut (cambuk) yang beliau pegang sambil bersabda: “Hai Fulan, engkau telah menyakiti kakiku.” Beliau (Abdullah bin Abu Bakar r.a) mengatakan: “sepanjang malam orang itu tidak bisa tidur karena dia merasa bersalah sudah menyakiti kaki Rasulullah s.a.w, dia berulang-kali berpikir dan menyesali diri sendiri, mengapa saya telah menyakiti Rasulullah s.a.w. Keesokan harinya pagi-pagi sekali seorang datang mencarinya untuk berjumpa Rasulullah s.a.w. Katanya, “saya dengan perasaan gemetar dan takut datang menghadap Rasulullah s.a.w. Beliau bersabda kepada saya” “Hai Fulan! Kemarin engkau telah menginjak kakiku dan engkau telah menyakiti aku. Tapi sebaliknya aku telah memukul sambil mendorong engkau kebelakang dengan cambukku ini supaya kakiku terlepas dari kaki engkau. Aku pukul engkau perlahan sambil mendorong engkau kebelakang dengan cambukku ini, tentu aku telah menyakiti engkau. Oleh karena itu ambillah dari aku 80 (delapan puluh) ekor domba sebagai balasan rasa sakit engkau karena cambukku ini.
Tengoklah bagaimana Rasulullah s.a.w Rahmatul-lil-Alamin telah berlaku terhadap seorang hamba yang lemah itu. Beliau s.a.w sendiri merasakan sakit karena terinjak oleh sepatu sahabat itu, dan untuk melepaskan kaki beliau dari bawah sepatu sahabat yang telah menginjak itu beliau mendorongnya kebelakang dengan cambuk yang beliau pegang. Sepanjang malam beliau s.a.w berpikir mengapa aku telah memukul dan mendorong orang itu kebelakang dengan cambukku ini. Tentu ia merasa sakit oleh cambukku ini, sedangkan beliau sendiri tidak memikirkan kesakitan yang disebabkan terinjak oleh kaki sahabat itu. Bahkan beliau karena merasa malu terhadap sahabat itu dan menyesal atas perlakuan beliau terhadapnya,sepanjang malam beliau s.a.w tidak bisa tidur. Akhirnya dengan rahmat dan kasih sayangnya, beliau s.a.w memberikan 80 ekor domba sebagai ganjaran atas perlakuan beliau s.a.w terhadap sahabat itu.

Kemudian dalam sebuah peristiwa lain lagi, lihatlah bagaimana perlakuan beliau s.a.w terhadap seseorang yang datang dari sebuah kampung yang tidak tahu adab sama sekali, bahkan nampaknya orang itu tidak mau belajar bagaimana berlaku adab terhadap seseorang. Bahkan orang itu sangat bangga atas kebiasaan perlakuan kasarnya. Namun beliau s.a.w telah memperlakukannya dengan ramah-tamah dan lemah lembut terhadapnya. Anas r.a. meriwayatkan, katanya, saya sedang menyertai Rasulullah s.a.w. diwaktu itu Rasulullah s.a.w menutup leher beliau dengan sehelai kain cadar yang pinggirannya tebal sekali. Ketika orang kampung itu datang langsung menarik kain cadar itu dengan kuatnya sehingga meninggalkan bekas goresan pada leher Rasulullah s.a.w. Lalu orang itu berkata: “Hai Muhammad harta apapun yang ada yang telah Allah taala anugerahkan kepada engkau letakanlah diatas kedua untaku ini. Karena engkau tidak akan memberi kepadaku dari harta engkau sendiri ataupun dari harta orang tua engkau. Mendengar kata-katanya itu mula-mula Rasulullah s.a.w diam saja tidak menjawabnya. Kemudian beliau s.a.w bersabda :

"Harta itu memang kepunyaan Allah taala Aku hanyalah seorang hamba-Nya. Setelah itu beliau bersabda: “ Engkau telah menyakiti aku. Engkau harus memberi pembalasan sebagai ganjaran kepadaku.”Orang kampung itu menjawab: “Tidak, aku tidak akan memberi apa-apa “Beliau bersabda: “Mengapa tidak? Mengapa kamu tidak mau memberi?” Dia menjawab: Aku tahu engkau tidak akan membalas keburukan dengan keburukan”. Mendengar jawabannya itu Nabi s.a.w tersenyum, dan beliau s.a.w faham maksud perkataan orang itu. Lalu beliau menyuruh sahabat beliau untuk meletakkan buah-buah kurma dan gandum (bahan makanan) diatas punggung kedua unta orang kampung itu.

Sebenarnya orang kampung itu bukanlah orang dungu. Dia tahu betul bagaimana kepribadian Rasulullah s.a.w yang dari ujung rambut sampai ujung kaki beliau merupakan wujud rahmat, beliau pema’af, belas kasih dan penyayang bagi makhluk Tuhan. Dia yakin apapun yang akan dia minta pasti akan dikabulkan oleh Rasulullah s.a.w.

"Semoga Bermanfaat !!!"

Shalat Berjamaah



Assalamu'alaikum kawan.!!! Yuuk ketahui makna dari Shalat Berjamaah!! jgn lupa like ya!! :)

Didalam hadits dikatakan bahwa pahala shalat berjamaah adalah 27 kali dibandingkan dengan shalat sendiri. banyak orang Islam berhitung secara kuantitatif seolah-olah dengan melakukan shalat berjamaah maka ia akan menabung pahala sebanyak 27 kali. Demikian juga ketika di dalam hadis dikatakan bahwa shalat di Masjidil Haram akan dilipatgandakan pahalanya sebanyak seratus ribu kali lipat. Luar biasa.


Saya pribadi memahami masalah ini dari sisi kepemimpinan dan persatuan Islam. Shalat berjamaah berarti berkelompok dengan panduan seorang imam. Apa yang dilakukan imam akan diikuti oleh makmumnya, kecuali imam salah. Semua makmum harus berbaris dengan shaf yang teratur dan lurus. Semua mengikuti arah Imam, betapa kuatnya organisasi ini. Siapa yang dapat mematahkan shaf yang kokoh? Sayang makna dari keuntungan shalat berjamaah luput dimengerti oleh umat islam! Salah satu kunci keberhasilan dakwah di zaman Rasulullah saw adalah persatuan. Salah satu cara menumbuhkan persatuan tersebut adalah dengan shalat berjamaah. Kecintaan mereka, disiplin dan keikhlasan mereka dalam menunaikan shalat berjamaah telah menumbuhkan semangat persatuan dan keberanian yang tinggi diantara mereka. di sisi lain hubungan silaturahmi yang penuh kasih sayang semangat erat terjalin diantara mereka. Sehingga gambaran umat Islam yang bagaikan dua jari dieratkan benar-benar nampak di zaman itu.

Dalam hal disiplin dan kecintaan mereka dalam shalat berjamaah kita dapati di dalam salah satu riwayat bahwa seorang sahabat yang sudah uzur dan tuna netra setiap hari beliau shalat berjamaah ke masjid walaupun jaraknya tidak bisa dibilang dekat, diceritakan bahwa sahabat tersebut meminta keringanan Rasulullah saw untuk beliau khusus untuk shalat subuh shalat di rumah saja. Rasulullah saw mengizinkan, tetapi baru beberapa langkah Rasulullah saw meralat bahwa sahabat tersebut tetap menunaikan shalat berjamaah di Masjid. Betapa tingginya semangat dan disiplin yang terbentuk waktu itu. Bisa kita bayangkan seandainya di Masjid Istiqlal, setiap umat Islam yang berada di dalam radius beberapa kilometer dari Masjid - menunaikan ibadah shalat berjamaah di Masjid lima kali sehari - majid tersebut mungkin tidak akan mampu menampung, dan kitapun bisa membayangkan dampak persatuan, kecintaan dan kebaikan akan lebih terbentuk di dalam MAsyarakat. Dan lebih luas lagi musuh-musuh Islam yang melihat tentu akan gentar melihat persatuan Islam yang terbentuk dari hal yang paling mendasar sekali.

Contoh dalam hal ini adalah di Perancis, Islam yang dari sisi prosentase sebenarnya masih jauh dibandingkan dengan masyarakat asli yang beragama non Muslim, tetapi Islam yang sedikit tersebut sudah menjadikannya sebagai 'ancaman' bagi eksistensi umat Kristiani disana. Betapa tidak kita menyaksikan bahwa setiap ibada shalat toko-toko disana sampai tutup karena orang-orang Islam yang harus shalat di jalan-jalan dan trotoar, karena tidak tercukupinya Masjid untuk menampung umat Islam yang semakin bertambah. Ketakutan itu seharusnya memang tidak perlu dirisaukan, karena semakin shaleh dan taatnya seseorang pada agama dan bentuk-bentuk peribadatan, tentu hal itu akan membawa seseorang akan semakin saleh secara sosial, karena itu adalah tuntutan pasti dari Islam. Sehingga dampak tersebut akan terasa di kalangan masyarakat Perancis sendiri. Tetapi walau bagaimanapun kita pun mengerti ketakutan mereka jika kita membandingkannya dengan tindakan-tindakan terorisme yang dilakukan oleh 'oknum-oknum' muslim. Jadi Shalat berjamaah adlah hal yang harus selalu kita perhatikan, tidak sekedar kita menganggap untuk kepentingan pribadi kita, tidak sekedar untuk memenuhi masjid tetapi lebih dari itu adalah kita harus menumbuhkan persatuan Islam, persatuan dalam bermasyarakat dan persatuan dalam beragama.