Senin, 28 Januari 2013

Keridhaan Hati Menghilangkan Kesedihan


Kita menanggung tugas yang suci, yakni  tunduk dan pasrah pada saat kita dihadapkan pada takdir agar hasil yang diperoleh menjadi  kemashlatan, dan akibat baiknya juga untuk diri kita. Sebab, dengan kesadaran seperti ini kita akan terhindar dari kerugian di haari ii dan kebangkrutan di masa mendatang.
Seorang penyair berkata,
“Tatkala kulihat uban tampak pada bagian depan kepala dan pusaran kepala,
kukatakan:Selamat datang wahai uban.
Walaupun aku khawatir, jika kupenuhi salamku maka diak akan menyimpang dariku,
dan sebenarnya aku juga ingin dia menyimpang.
Namun, jike telah datang sebuah cobaan, jiwaku merasa lapang karena suatu hari nanti bencana akan hilang juga.”

Satu-satunya jalan adalah kita harus beriman kepada takdir Allah, sebab takdir pasti akan diberlakukan. Orang yang terbiasa menempatkan dirinya dalam kesedihan akan tetap berada dalam kesedihan, walaupun tidur di atas sutra yang lembut. Sejarah memberi kesaksian kepada kita bahwa keagungan dan kebahagiaan telah menyerahkan pusat kendalinya kepada orang-orang dari latar belakang yang berbeda. Yakni lingkungan yang didalamnya terdapat kebaikan dan kejahatan, dan lingkungan yang tidak memisahkan antara kebaikan dan kejahatan secara tegas. Di lingkungan itu tumbuh manusia-manusia yang mampu memikul tanggung jawab di atas pundak mereka dan bukan yang melepas tanggung jawab.
Orang-orang yang mengangkat panji hidayah rabbaniyah pada masa-masa awal dakwah Rasullah adalah justru para budak, orang-orang miskin dan tidak beruntung. Sebaliknya, orang-orang myang menentang keimanan yang suci adalah orang-orang terpandang dan punya kedudukan terhormat.
Baca dan pahamilah firman-firman Allah ini:

{Dan, apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang terang (maksudnya) niscaya orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman: “Manakah di antara kedua golongan (kafir dan mukmin) yang lebih baik tempat tinggalnya dan lebih idah pertemuan(nya).”} (QS. Maryam: 91)

{Orang-orang semacam inikah diantara kita yang diberi anugerah oleh Allah,kepada mereka? (Allah berfirman): “Tidaklah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepada-Nya)?”}  (QS. Al-An’am: 53)

{Dan, orang-orang kafir kepada orang-orang yang beriman: “Kalau sekiranya dia (al-Qur’an) adalah suatu yang baik, tentulah mereka tidak mendahului kami (beriman) kepadanya.”} (QS. Al-Ahqaf: 11)

{Orang-orang yang menyombongkan diri berkata: “Sesungguhnya kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu.”} (QS. Al-A’raf: 76)
{Dan, mereka berkata: “Mengapa al-Qur’an ini tidak diturunkan kepada seorang pembesar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Thaif)ini?” Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabb-mu?} (QS. Az-Zukhruf: 31-32)

            Saya menjadi ingat dengan sebuah bait syair yang digubah Antarah, saat dia memberitahukan kepada kita bahwa harga dirinya terletak dalam karakter dan kebaikanya, bukan pada asal-usul dan garis keturunannya. Dan dia berkata:
            “Jika aku adalah seorang hamba,
            maka aku adalah tuan dalam derma.
            Atau jika aku berkulit hitam,
            tapi akhlakku berwarna putih.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar